Entri Populer

Minggu, 18 September 2011

Pidato Lengkap BJ Habibie yang Memukau


Assalamu ‘alaikum wr wb, salam sejahtera untuk kita semua.

Hari
ini tanggal 1 Juni 2011, enam puluh enam tahun lalu, tepatnya 1 Juni
1945, di depan sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Bung Karno menyampaikan pandangannya
tentang fondasi dasar Indonesia Merdeka yang beliau sebut dengan
istilah Pancasila sebagai philosofische grondslag (dasar filosofis)
atau sebagai weltanschauung (pandangan hidup) bagi Indonesia Merdeka.

Selama
enam puluh enam tahun perjalanan bangsa, Pancasila telah mengalami
berbagai batu ujian dan dinamika sejarah sistem politik, sejak jaman
demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, era Orde Baru hingga
demokrasi multipartai di era reformasi saat ini. Di setiap jaman,
Pancasila harus melewati alur dialektika peradaban yang menguji
ketangguhannya sebagai dasar filosofis bangsa Indonesia yang terus
berkembang dan tak pernah berhenti di satu titik terminal sejarah.

Sejak
1998, kita memasuki era reformasi. Di satu sisi, kita menyambut gembira
munculnya fajar reformasi yang diikuti gelombang demokratisasi di
berbagai bidang. Namun bersamaan dengan kemajuan kehidupan demokrasi
tersebut, ada sebuah pertanyaan mendasar yang perlu kita renungkan
bersama: Di manakah Pancasila kini berada?

Pertanyaan ini
penting dikemukakan karena sejak reformasi 1998, Pancasila seolah-olah
tenggelam dalam pusaran sejarah masa lalu yang tak lagi relevan untuk
disertakan dalam dialektika reformasi. Pancasila seolah hilang dari
memori kolektif bangsa. Pancasila semakin jarang diucapkan, dikutip,
dan dibahas baik dalam konteks kehidupan ketatanegaraan, kebangsaan
maupun kemasyarakatan. Pancasila seperti tersandar di sebuah lorong
sunyi justru di tengah denyut kehidupan bangsa Indonesia yang semakin
hiruk-pikuk dengan demokrasi dan kebebasan berpolitik.

Mengapa hal itu terjadi? Mengapa seolah kita melupakan Pancasila?

Para hadirin yang berbahagia,

Ada
sejumlah penjelasan, mengapa Pancasila seolah "lenyap" dari kehidupan
kita. Pertama, situasi dan lingkungan kehidupan bangsa yang telah
berubah baik di tingkat domestik, regional maupun global. Situasi dan
lingkungan kehidupan bangsa pada tahun 1945 -- 66 tahun yang lalu --
telah mengalami perubahan yang amat nyata pada saat ini, dan akan terus
berubah pada masa yang akan datang. Beberapa perubahan yang kita alami
antara lain:
(1) terjadinya proses globalisasi dalam segala aspeknya;
(2) perkembangan gagasan hak asasi manusia (HAM) yang tidak diimbagi dengan kewajiban asasi manusia (KAM);
(3)
lonjakan pemanfaatan teknologi informasi oleh masyarakat, di mana
informasi menjadi kekuatan yang amat berpengaruh dalam berbagai aspek
kehidupan, tapi juga yang rentan terhadap "manipulasi" informasi dengan
segala dampaknya.

Ketiga perubahan tersebut telah mendorong
terjadinya pergeseran nilai yang dialami bangsa Indonesia, sebagaimana
terlihat dalam pola hidup masyarakat pada umumnya, termasuk dalam corak
perilaku kehidupan politik dan ekonomi yang terjadi saat ini. Dengan
terjadinya perubahan tersebut diperlukan reaktualisasi nilai-nilai
pancasila agar dapat dijadikan acuan bagi bangsa Indonesia dalam
menjawab berbagai persoalan yang dihadapi saat ini dan yang akan
datang, baik persoalan yang datang dari dalam maupun dari luar.
Kebelum-berhasilan kita melakukan reaktualisasi nilai-nilai Pancasila
tersebut menyebabkan keterasingan Pancasila dari kehidupan nyata bangsa
Indonesia.

Kedua, terjadinya euphoria reformasi sebagai akibat
dari traumatisnya masyarakat terhadap penyalahgunaan kekuasaan di masa
lalu yang mengatasnamakan Pancasila. Semangat generasi reformasi untuk
menanggalkan segala hal yang dipahaminya sebagai bagian dari masa lalu
dan menggantinya dengan sesuatu yang baru, berimplikasi pada munculnya
‘amnesia nasional' tentang pentingnya kehadiran Pancasila sebagai
grundnorm (norma dasar) yang mampu menjadi payung kebangsaan yang
menaungi seluruh warga yang beragam suku bangsa, adat istiadat, budaya,
bahasa, agama dan afiliasi politik. Memang, secara formal Pancasila
diakui sebagai dasar negara, tetapi tidak dijadikan pilar dalam
membangun bangsa yang penuh problematika saat ini.

Sebagai
ilustrasi misalnya, penolakan terhadap segala hal yang berhubungan
dengan Orde Baru, menjadi penyebab mengapa Pancasila kini absen dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Harus diakui, di masa lalu memang
terjadi mistifikasi dan ideologisasi Pancasila secara sistematis,
terstruktur dan massif yang tidak jarang kemudian menjadi senjata
ideologis untuk mengelompokkan mereka yang tak sepaham dengan
pemerintah sebagai "tidak Pancasilais" atau "anti Pancasila" .
Pancasila diposisikan sebagai alat penguasa melalui monopoli pemaknaan
dan penafsiran Pancasila yang digunakan untuk kepentingan melanggengkan
kekuasaan. Akibatnya, ketika terjadi pergantian rezim di era reformasi,
muncullah demistifikasi dan dekonstruksi Pancasila yang dianggapnya
sebagai simbol, sebagai ikon dan instrumen politik rezim sebelumnya.
Pancasila ikut dipersalahkan karena dianggap menjadi ornamen sistem
politik yang represif dan bersifat monolitik sehingga membekas sebagai
trauma sejarah yang harus dilupakan.

Pengaitan Pancasila dengan
sebuah rezim pemerintahan tententu, menurut saya, merupakan kesalahan
mendasar. Pancasila bukan milik sebuah era atau ornamen kekuasaan
pemerintahan pada masa tertentu. Pancasila juga bukan representasi
sekelompok orang, golongan atau orde tertentu. Pancasila adalah dasar
negara yang akan menjadi pilar penyangga bangunan arsitektural yang
bernama Indonesia. Sepanjang Indonesia masih ada, Pancasila akan
menyertai perjalanannya. Rezim pemerintahan akan berganti setiap waktu
dan akan pergi menjadi masa lalu, akan tetapi dasar negara akan tetap
ada dan tak akan menyertai kepergian sebuah era pemerintahan!

Para hadirin yang berbahagia,

Pada
refleksi Pancasila 1 Juni 2011 saat ini, saya ingin menggarisbawahi apa
yang sudah dikemukakan banyak kalangan yakni perlunya kita melakukan
reaktualisasi, restorasi atau revitalisasi nilai-nilai Pancasila dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama dalam rangka menghadapi
berbagai permasalahan bangsa masa kini dan masa datang. Problema
kebangsaan yang kita hadapi semakin kompleks, baik dalam skala
nasional, regional maupun global, memerlukan solusi yang tepat,
terencana dan terarah dengan menjadikan nilai-nilai Pancasila sebagai
pemandu arah menuju hari esok Indonesia yang lebih baik.

Oleh
karena Pancasila tak terkait dengan sebuah era pemerintahan, termasuk
Orde Lama, Orde Baru dan orde manapun, maka Pancasila seharusnya terus
menerus diaktualisasikan dan menjadi jati diri bangsa yang akan
mengilhami setiap perilaku kebangsaan dan kenegaraan, dari waktu ke
waktu. Tanpa aktualisasi nilai-nilai dasar negara, kita akan kehilangan
arah perjalanan bangsa dalam memasuki era globalisasi di berbagai
bidang yang kian kompleks dan rumit.

Reformasi dan demokratisasi
di segala bidang akan menemukan arah yang tepat manakala kita
menghidupkan kembali nilai-nilai Pancasila dalam praksis kehidupan
berbangsa dan bernegara yang penuh toleransi di tengah keberagaman
bangsa yang majemuk ini. Reaktualisasi Pancasila semakin menemukan
relevansinya di tengah menguatnya paham radikalisme, fanatisme kelompok
dan kekerasan yang mengatasnamakan agama yang kembali marak beberapa
waktu terakhir ini. Saat infrastruktur demokrasi terus
dikonsolidasikan, sikap intoleransi dan kecenderungan mempergunakan
kekerasan dalam menyelesaikan perbedaan, apalagi mengatasnamakan agama,
menjadi kontraproduktif bagi perjalanan bangsa yang multikultural ini.
Fenomena fanatisme kelompok, penolakan terhadap kemajemukan dan
tindakan teror kekerasan tersebut menunjukkan bahwa obsesi membangun
budaya demokrasi yang beradab, etis dan eksotis serta menjunjung tinggi
keberagaman dan menghargai perbedaan masih jauh dari kenyataan.

Krisis
ini terjadi karena luruhnya kesadaran akan keragaman dan hilangnya
ruang publik sebagai ajang negosiasi dan ruang pertukaran komunikasi
bersama atas dasar solidaritas warganegara. Demokrasi kemudian hanya
menjadi jalur antara bagi hadirnya pengukuhan egoisme kelompok dan
partisipasi politik atas nama pengedepanan politik komunal dan
pengabaian terhadap hak-hak sipil warganegara serta pelecehan terhadap
supremasi hukum.

Dalam perspektif itulah, reaktualisasi
Pancasila diperlukan untuk memperkuat paham kebangsaan kita yang
majemuk dan memberikan jawaban atas sebuah pertanyaan akan dibawa ke
mana biduk peradaban bangsa ini berlayar di tengah lautan zaman yang
penuh tantangan dan ketidakpastian? Untuk menjawab pertanyaan itu, kita
perlu menyegarkan kembali pemahaman kita terhadap Pancasila dan dalam
waktu yang bersamaan, kita melepaskan Pancasila dari stigma lama yang
penuh mistis bahwa Pancasila itu sakti, keramat dan sakral, yang justru
membuatnya teraleinasi dari keseharian hidup warga dalam berbangsa dan
bernegara. Sebagai sebuah tata nilai luhur (noble values), Pancasila
perlu diaktualisasikan dalam tataran praksis yang lebih ‘membumi'
sehingga mudah diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan.

Para hadirin yang berbahagia,

Sebagai
ilustrasi misalnya, kalau sila kelima Pancasila mengamanatkan
terpenuhinya "keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia", bagaimana
implementasinya pada kehidupan ekonomi yang sudah menggobal sekarang
ini?

Kita tahu bahwa fenomena globalisasi mempunyai berbagai
bentuk, tergantung pada pandangan dan sikap suatu Negara dalam merespon
fenomena tersebut. Salah satu manifestasi globalisasi dalam bidang
ekonomi, misalnya, adalah pengalihan kekayaan alam suatu Negara ke
Negara lain, yang setelah diolah dengan nilai tambah yang tinggi,
kemudian menjual produk-produk ke Negara asal, sedemikian rupa sehingga
rakyat harus "membeli jam kerja" bangsa lain. Ini adalah penjajahan
dalam bentuk baru, neo-colonialism, atau dalam pengertian sejarah kita,
suatu "VOC (Verenigte Oostindische Companie) dengan baju baru".

Implementasi
sila ke-5 untuk menghadapi globalisasi dalam makna neo-colnialism atau
"VOC-baju baru" itu adalah bagaimana kita memperhatikan dan
memperjuangkan "jam kerja" bagi rakyat Indonesia sendiri, dengan cara
meningkatkan kesempatan kerja melalui berbagai kebijakan dan strategi
yang berorientasi pada kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Sejalan
dengan usaha meningkatkan "Neraca Jam Kerja" tersebut, kita juga harus
mampu meningkatkan "nilai tambah" berbagai produk kita agar menjadi
lebih tinggi dari "biaya tambah"; dengan ungkapan lain, "value added"
harus lebih besar dari "added cost". Hal itu dapat dicapai dengan
peningkatan produktivitas dan kualitas sumberdaya manusia dengan
mengembangkan, menerapan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dalam
forum yang terhormat ini, saya mengajak kepada seluruh lapisan
masyarakat, khususnya para tokoh dan cendekiawan di kampus-kampus serta
di lembaga-lembaga kajian lain untuk secara serius merumuskan
implementasi nilai-nilai Pancasila yang terkandung dalam lima silanya
dalam berbagai aspek kehidupan bangsa dalam konteks masa kini dan masa
depan. Yang juga tidak kalah penting adalah peran para penyelenggara
Negara dan pemerintahan untuk secara cerdas dan konsekuen serta
konsisten menjabarkan implementasi nilai-nilai Pancasila tersebut dalam
berbagai kebijakan yang dirumuskan dan program yang dilaksanakan. Hanya
dengan cara demikian sajalah, Pancasila sebagai dasar Negara dan
sebagai pandangan hidup akan dapat ‘diaktualisasikan' lagi dalam
kehidupan kita.

Memang, reaktualisasi Pancasila juga mencakup
upaya yang serius dari seluruh komponen bangsa untuk menjadikan
Pancasila sebagai sebuah visi yang menuntun perjalanan bangsa di masa
datang sehingga memposisikan Pancasila menjadi solusi atas berbagai
macam persoalan bangsa. Melalui reaktualisasi Pancasila, dasar negara
itu akan ditempatkan dalam kesadaran baru, semangat baru dan paradigma
baru dalam dinamika perubahan sosial politik masyarakat Indonesia.

Para hadirin yang saya hormati,

Oleh
karena itu saya menyambut gembira upaya Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR) yang akhir-akhir ini gencar menyosialisasikan kembali empat pilar
kebangsaan yang fundamental: Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika
dan NKRI. Keempat pilar itu sebenarnya telah lama dipancangkan ke dalam
bumi pertiwi oleh para founding fathers kita di masa lalu. Akan tetapi,
karena jaman terus berubah yang kadang berdampak pada terjadinya
diskotinuitas memori sejarah, maka menyegarkan kembali empat pilar
tersebut, sangat relevan dengan problematika bangsa saat ini. Sejalan
dengan itu, upaya penyegaran kembali juga perlu dilengkapi dengan upaya
mengaktualisasikan kembali nilai-nilai yang terkandung dalam keempat
pilar kebangsaan tersebut.

Marilah kita jadikan momentum untuk
memperkuat empat pilar kebangsaan itu melalui aktualisasi nilai-nilai
Pancasila sebagai weltanschauung, yang dapat menjadi fondasi, perekat
sekaligus payung kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan membumikan
nilai-nilai Pancasila dalam keseharian kita, seperti nilai ketuhanan,
nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai permusyawaratan dan keadilan
sosial, saya yakin bangsa ini akan dapat meraih kejayaan di masa depan.
Nilai-nilai itu harus diinternalisasikan dalam sanubari bangsa sehingga
Pancasila hidup dan berkembang di seluruh pelosok nusantara.

Aktualisasi
nilai-nilai Pancasila harus menjadi gerakan nasional yang terencana
dengan baik sehingga tidak menjadi slogan politik yang tidak ada
implementasinya. Saya yakin, meskipun kita berbeda suku, agama, adat
istiadat dan afiliasi politik, kalau kita mau bekerja keras kita akan
menjadi bangsa besar yang kuat dan maju di masa yang akan datang.

Melalui
gerakan nasional reaktualisasi nilai-nilai Pancasila, bukan saja akan
menghidupkan kembali memori publik tentang dasar negaranya tetapi juga
akan menjadi inspirasi bagi para penyelenggara negara di tingkat pusat
sampai di daerah dalam menjalankan roda pemerintahan yang telah
diamanahkan rakyat melalui proses pemilihan langsung yang demokratis.
Saya percaya, demokratisasi yang saat ini sedang bergulir dan proses
reformasi di berbagai bidang yang sedang berlangsung akan lebih terarah
manakala nilai-nilai Pancasila diaktualisasikan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.

Demikian yang bisa saya sampaikan. Terimakasih atas perhatiannya.

Wassalamu ‘alaikum wr wb.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar